Kamis, 20 Januari 2011

Sebelas Kasus KKN Rugikan Pertamina US$ 1,7 M

Jumlah kasus KKN Pertamina yang diselidiki Pansus DPR berpotensi merugikan negara US$ 17 miliar.


DPR menemukan potensi kerugian negara dalam kasus KKN di tubuh Pertamina sebesar US$ 1,7 miliar. Potensi kerugian itu baru mencakup 11 kasus yang diselidiki oleh panitia khusus DPR dan nilainya baru 10 persen dari seluruh kasus yang ada. “Jadi kalau kita lihat semua kasus, jauh lebih besar dari itu,” tutur Emir Moeis, Ketua Pansus Penyelidikan Pertamina, di Gedung MPR/DPR usai rapat paripurna mengenai laporan panitia khusus penyelidikan kasus Pertamina, Jakarta, Senin (16/6).

Dari 11 kasus yang disebutkan DPR itu antara lain meliputi kasus Technical Assitance Contract (TAC) antara Pertamina dengan PT Ustraindo Petrogas. TAC yang meliputi 4 kontrak yaitu di Pendopo, Prabumulih, Jatibarang dan Bunyu. Kasus ini melibatkan Ginandjar Kartasasminta dan saat ini kasusnya terancam dihentikan penyidikannya oleh pihak Kejaksaan Agung.

Kasus yang lain adalah proyek pipanisasi yang dilakukan PT Triharsa Bimanusa Tunggal (TBT), perusahaan milik keluarga Cendana. Ditengah jalan proyek yang bernilai sekitar US$ 300 juta itu dibatalkan oleh Direktur Utama TBT, Rossano Barack dan meminta kompensasi sebesar US$ 31,49 juta atas proyek yang telah dikerjakan. Tindakan direktur utama Pertamina waktu itu, Faisal Abda’oe yang membayar klaim itu dianggap mengandung unsur KKN.

Kemudian kasus Petra Oil dimana menurut Emir ada pembelian saham yang tidak lunas kemudian mendapat deviden atas saham secara keseluruhan. “Kok mendapat deviden atas saham yang belum lunas,” tanya anggota Komisi VIII ini. Selain Pansus juga menemukan adanya aliran dana non budjeter yang mengalir ke anak perusahaan di PT Teguh Pratama Indonesia yang berada di luar negeri. Hasil sepintas temuan Pansus, menurut Emir, untuk periode tertentu saja kerugiannya mencapai US$ 120 juta.

Mendengar paparan laporan penyelidikan pansus, anggota DPR mendesak agar kejaksaan agung menindaklanjuti temuan ini. Rapat paripurna DPR menyetujui agar Komisi II dan VIII mengawasi tindak lanjut temuan pansus ini. “Apabila ada kasus yang tidak bisa ditangani kami meminta agar polisi melakukan penangkapan atau mengeluarkan red notice dari kepolisian Indonesia atau pihak interpol,” tegas Emir.

Pendapat saya ; kasus KKN ini sangat merugikan negara karena dana yang seharusnya dikeluarkan untuk operasional pertamina disalah gunakan oleh kelompok yang tidak bertanggung jawab. Dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat seperti harga sembako yang naik terus. Apabila tidak di KKN uang itu berguna untuk masyarakat, apalagi untuk masyarakat dari ekonomi lemah bisa untuk dana BLT, dana BOS/pendidikan,dll. Untuk orang yang tidak bertanggung jawab harus ditindak tegas.